Hasil Pencarian

Artikel


Era Baru Deteksi Gagal Ginjal dengan Cystatin-C

Di zaman dimana kita hidup dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan sangat cepat, inovasi dan temuan baru di bidang kedokteran terus bermunculan. Penemuan di bidang kesehatan juga merambah khususnya kepada bidang Nephrology atau per-ginjal-an. Seperti kita ketahui gagal ginjal kronis (GGK) telah menjadi beban dunia karena kejadiannya meningkat 89% selama 20 tahun terakhir yang secara otomatis juga meningkatkan angka kematian akibat penyakit tersebut. Permasalahan tersebut menjadi mendesak karena 63% kasus GGK terjadi pada negara dengan pendapatan menengah kebawah termasuk Indonesia (Xie dkk, Kidney Int, 2018). Peningkatan tersebut terjadi karena buruknya deteksi dini dari GGK itu sendiri sehingga pasien yang datang mayoritas telah memasuki stadium akhir, walaupun selain hal tersebut memang faktor risiko GGK seperti diabetes dan hipertensi juga meningkat di masyarakat.

Disbiosis Usus Memperburuk Penyakit Ginjal Kronis

Di dalam tubuh kita, usus menyimpan lebih dari 100 triliun sel mikroba, yang mempengaruhi nutrisi, metabolisme, fisiologi, dan fungsi imun tubuh inang dalam hal ini adalah manusia. Mikrobioma usus terdiri dari beragam jenis populasi bakteri yang dapat bersifat menguntungkan atau merugikan pada kesehatan tubuh kita. Dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, rekayasa dari populasi mikroba di usus menjadi topik yang sangat menarik akhir-akhir ini khususnya bila dikaitkan dengan beragam penyakit, seperti obesitas, diabetes mellitus tipe 2, penyakit radang usus, dan penyakit kardiovaskular. Dalam keadaan normal flora normal usus membentuk hubungan simbiosis saling menguntungkan dengan inang sehingga dapat memfasilitasi pengobatan metabolik dan ketahanan terhadap penyakit infeksi dan peradangan lain. Namun dalam kondisi yang tidak seimbang, atau yang disebut sebagai Disbiosis, suasana tubuh menjadi tidak ideal dan mengarahkan pada timbulnya suatu penyakit, termasuk dalam hal ini Penyakit Ginjal Kronis (PGK).

Hindari Makan Tinggi Protein bagi Pasien Gagal Ginjal

Seberapa sering Anda mendengar anjuran untuk makan dengan protein yang tinggi agar badan tetap sehat? Dokter, ahli diet, dan perawat kesehatan lainnya tatkala sering memberi tahu tentang keuntungan dari diet tinggi protein (DTP), seperti meningkatkan perbaikan jaringan tubuh yang rusak, meningkatkan stamina, menurunkan berat badan dengan cepat, mencegah obesitas, mengelola sindrom metabolik, dan mengobati diabetes. Keyakinan ini telah berkembang begitu jauh sehingga kita sering merasa terus-menerus dipaksa untuk makan lebih banyak protein dan lebih sedikit karbohidrat. Namun apakah diet protein tinggi merupakan nutrisi yang sesuai secara biologis untuk fisiologi manusia khususnya untuk pasien ginjal? Selama sekitar 10.000 tahun sebelum masehi, sejak akhir zaman Paleolitik, kebiasaan makan dengan protein yang tinggi sudah terjadi karena dapat membangkitan semangat para leluhur yang sehari-hari bekerja sebagai pemburu dan petani. Selain itu protein akan membantu menjaga otot serta mengurangi massa lemak.

Efek Zat Pewarna Makanan Pada Kesehatan Ginjal

Makanan sebagai salah satu sumber nutrisi bagi tubuh tidak dapat dipisahkan dari keseharian manusia. Beragam jenis makanan dari berbagai macam latar belakang budaya hadir di sekitar kita. Beragam cara pun dilakukan pelaku usaha kuliner untuk menarik minat konsumen agar membeli makanan yang mereka jual. Salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan menambahkan zat pewarna makanan yang dipercaya dapat mempercantik tampilan makanan dan menggugah selera konsumen. Sebuah penelitian yang melibatkan 448 wanita melaporkan bahwa kombinasi warna makanan tertentu mungkin berguna untuk mengubah keinginan untuk mengkonsumsi makanan manis (Schlintl and Schienle, 2020, Front Psychol. https://dx.doi.org/10.3389/fpsyg.2020.589826). Serupa dengan itu, sebuah tinjauan pustaka juga menyimpulkan bahwa pewarna makanan memainkan peranan penting dalam mendorong preferensi dan penerimaan konsumen terhadap berbagai produk makanan.

Efek Obat Pereda Nyeri terhadap Kesehatan Ginjal

Penggunaan obat nyeri di kehidupan sehari-hari sangatlah lazim pada kalangan masyarakat umum. Obat anti-nyeri kerap kali digunakan untuk mengatasi nyeri pada lutut, nyeri saat haid, dan juga sebagai pereda nyeri kepala dan gigi. Obat-obatan tersebut memang sangat dibutuhkan oleh pasien karena pada saat serangan nyeri, kualitas hidup pasien sangatlah berkurang. Kualitas kerja yang memburuk, hilang konsentrasi saat belajar, atau waktu beristirahat dan liburan yang menjadi tidak menyenangkan kerap kali menjadi tujuan pasien datang berobat ke fasilitas kesehatan terdekat. Tak heran terkadang pada saat awal sakit, pasien datang berkonsultasi kepada dokter bukan untuk memahami sepenuhnya penyakitnya namun hanya agar bisa beraktivitas kembali secara normal. Namun para sobat Rumah Ginjal nampaknya harus mulai berhati-hati karena penggunaan obat pereda nyeri jangka panjang bukan tidak memiliki efek negatif bagi tubuh, khususnya untuk kesehatan organ ginjal kita tercinta.