Artikel

Blog


Obesitas dan Gangguan Ginjal

Pada topik kali ini akan dibahas tentang obesitas dan gangguan ginjal, sebagai lanjutan dari artikel Obesitas Bisa Merusak Ginjal. Kegemukan atau obesitas telah menjadi ‘epidemi’ di seluruh dunia dan diperkirakan akan meningkat sebesar 40% selama sepuluh tahun ke depan. Seperti halnya malnutrisi, obesitas merupakan gangguan gizi yang disebabkan oleh asupan yang berlebihan atau gangguan hormonal dalam tubuh. Obesitas menjadi perhatian khusus karena dapat menyebabkan penyakit lainnya, tidak terkecuali pada ginjal. Seringkali penyakit yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas hidup individu di masa depan.  Definisi obesitas didasarkan pada indeks massa tubuh (BMI), yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Menurut WHO, BMI < 18,5 termasuk kategori underweight, BMI dalam kisaran 18,5 hingga 25 kg/m2 dianggap sebagai berat badan normal, BMI antara 25 – 30 kg/m2 dianggap sebagai kelebihan berat badan (overweight), dan BMI lebih besar dari 30 kg/m2 dianggap sebagai obesitas.Sebagai contoh, jika seseorang memiliki berat badan 80 kg dan tinggi badan 160 cm, maka BMI orang tersebut adalah 31,25 (80/(1,6)(1,6) = 31,25).

Obesitas Bisa Merusak Ginjal

Pada topik kali ini, akan dibahas mengenai kondisi berat badan berlebih yang dapat mencetuskan kerusakan ginjal permanen atau penyakit ginjal kronis (PGK). Berat badan berlebih atau yang dikenal dengan obesitas telah menjadi penyakit epidemi di seluruh dunia dan diprediksi akan meningkat sebanyak 40% jumlahnya dalam sepuluh tahun ke depan. Layaknya kurang gizi, obesitas juga merupakan suatu gangguan gizi yang diakibatkan gangguan asupan yang berlebihan maupun gangguan hormon di dalam tubuh. Oleh karena hal tersebut gangguan yang dimaksud akan mempengaruhi jalannya organ lain di tubuh secara keseluruhan termasuk ginjal kesayangan kita. Menurut definisi, obesitas didasarkan pada body mass index (BMI) yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badannya (dalam meter).

Minuman Bersoda dan Kesehatan Ginjal

Soda atau minuman berkarbonasi adalah air yang dimasukkan gas karbondioksida di dalamnya untuk memberikan sensasi gas yang meletup-letup di mulut. Seringkali soda menjadi pilihan utama dalam berbagai suasana, misalnya pada saat acara, cuaca panas, atau sekedar melegakan dahaga. Bahkan dikatakan sangatlah aneh untuk orang amerika atau eropa jika tidak memiliki soda di lemari es mereka. Kadar minum orang barat pun tidak tanggung-tanggung, mereka biasa meminum botol 2 liter soda sendiri per harinya. Namun sesungguhnya sebagian dari kita tidak mengetahui soda bagaikan pedang bermata dua yang pemakaian jangka panjangnya bisa bersifat kontraproduktif bagi kesehatan ginjal. Khususnya bagi orang yang memiliki riwayat sakit ginjal sebelumnya, soda bisa memperburuk organ tercintanya tersebut. Menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat, hanya dengan mengonsumsi 2 gelas atau lebih minuman bersoda setiap harinya dapat meningkatkan risiko penyakit ginjal kronis di masa mendatang.

Mengenal secara dekat, Garam dan Hipertensi

Bila membahas tentang hipertensi atau darah tinggi, hal berikut ini tak bisa dilepaskan yaitu faktor garam (tepatnya natrium). Dalam konteks lengkap, bukan berarti garam tersebut tidak ada manfaatnya namun ketika asupannya melebihi dari yang ditoleransi tubuh maka asupan garam berlebih itu akan membuahkan suatu nilai kontraproduktif, seperti tekanan darah meninggi, jantung bisa jadi payah jantung, pembuluh darah tidak elastis bahkan malah menjadi lebih kaku, stroke, gagal ginjal kronis dan masih banyak lainnya. Singkat kata garam bisa bermata dua. Di satu sisi menguntungkan dan sisi lainnya dapat mencelakakan. Menurut studi, dilaporkan bahwa ada hubungan yang erat antara hipertensi dan asupan garam makanan. Sebuah penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa dengan pengurangan sederhana yang berkelanjutan mengenai asupan garam akan menginduksi penurunan tekanan darah yang relevan pada individu hipertensi dan juga pada mereka dengan normotensif (tekanan darah normal 120/80 mmHg).

Sarcopenia pada Gagal Ginjal Kronis

Di era pandemi semua aspek kehidupan terguncang oleh karena COVID-19 termasuk aspek kesehatan. Tanpa memandang perjalanan pandemi menuju endemi yang jelas penambahan kasus COVID-19 tetap dipermudah munculnya dari kelompok komorbid termasuk penyakit ginjal kronis (PGK). Dalam hal munculnya komorbid, PGK dalam perkembangannya juga bisa menghasilkan komorbid seperti munculnya penyakit jantung koroner, stroke, malnutrisi, dan lain-lainnya. Dalam hal malnutrisi sebagaimana yang pernah disebutkan dalam artikel-artikel sebelumnya, malnutrisi sesungguhnya mempunyai perspektif yang luas termasuk sarcopenia. Kasus sarcopenia sering didapatkan pada kelompok usia lanjut baik karena murni proses agingnya maupun karena suatu penyakit kronis termasuk PGK. Istilah sarcopenia sendiri hingga saat ini di Indonesia masih belum populer yang mungkin karena terdominasi oleh komorbid lainnya. Namun pada kenyataannya sesungguhnya bukan demikian. Kondisi tersebut juga bisa memberikan dampak besar pada kesehatan secara keseluruhan.