Puasa Ramadan dalam Suasana Pascapilpres
ALHAMDULILLAH, kita umat Islam bisa kembali menunaikan ibadah wajib berpuasa selama Ramadan sembari tetap menjalankan ibadah wajib serta amalan sunah lainnya. Idealnya, seluruh ibadah dan amalan pada Ramadan ini bisa dijalankan dalam suasana yang kondusif, yaitu dalam kondisi badan yang sehat, kondisi ekonomi sosial yang mendukung, serta iklim politik yang sejuk dan harmonis. Dengan demikian, umat Islam dapat beribadah dengan lebih khusyuk dan minim hambatan.
Akan tetapi, kali ini kita memasuki Ramadan seusai hajatan nasional pemilihan presiden dan anggota legislatif. Pencoblosan sudah selesai, tetapi proses rekap penghitungan resmi oleh KPU masih berlangsung. Kita masih menunggu sampai nanti KPU mengumumkan siapa pemenang pilpres dan menetapkan siapa anggota legislatif yang lolos.
Sebagaimana pilpres yang lalu-lalu, pasti banyak peristiwa ikutannya seperti protes terhadap kecurangan, dugaan penggelembungan suara, dan keterlibatan ASN. Yang terbaru, beberapa fraksi di DPR menggulirkan hak angket untuk membuka apa yang diduga sebagai kecurangan. Semua itu akan mengakibatkan suhu politik menghangat atau bahkan memanas. Pada pemilu yang lalu, situasi seperti itu terbukti mengakibatkan polarisasi yang sangat tajam di masyarakat.
Pada Ramadan kali ini, selain suhu politiknya menghangat, masih ditambah dengan beberapa indikasi perekonomian yang kurang menyenangkan. Di antaranya harga beras yang meroket tajam, yang berimbas pada kenaikan harga bahan pangan lainnya. Ditambah lagi, dengan wacana untuk mengurangi subsidi energi, untuk mendukung pembiayaan program makan siang gratis, rakyat akan menghadapi kenaikan harga pangan.
Panasnya suhu politik ini bisa dilihat di media sosial. Baik di X, Instagram, maupun Facebook, setiap hari masih saja ramai posting saling serang dan caci maki antarkelompok pendukung pasangan pilpres. Jika iklim di medsos itu tidak semakin menurun, bukan tidak mungkin akan semakin menambah polarisasi. Sekarang ialah era digital dan medsos, hampir tidak ada orang yang tidak membuka platform digital, baik media arus utama maupun media sosial. Akibatnya, dalam benak kebanyakan warga, setiap hari dipenuhi suasana persaingan, saling menyerang, dan caci maki antarkelompok pendukung pilpres.
Dalam suasana yang tertekan seperti itu, apalagi jika kondisi perekonomian tidak mencukupi dan mental tidak kuat, seseorang bisa mengalami gangguan kesehatan. Membuka medsos setiap hari yang isinya saling serang dan memaki antarpendukung, dalam suasana beban kerja yang berat, ditambah naiknya harga pangan, berpotensi memicu kenaikan tekanan darah, dan pada kasus seseorang mengidap penyakit tertentu, bisa mengakibatkan kejadian fatal.
Salah satu contoh nyata ialah meninggalnya puluhan petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) pada pilpres kali ini. Kejadian itu mengulang kejadian yang sama lima tahun lalu dan sampai sekarang belum pernah ada penelitian terukur dari IDI mengapa tragedi itu bisa terjadi. Pada pilpres dan pileg serentak tahun ini, diberitakan sekitar 90 petugas meninggal, jauh menurun bila dibandingkan dengan kejadian 2019, yakni sebanyak 894 petugas yang meninggal.
Meskipun terjadi penurunan, sebaiknya dilakukan penyelidikan oleh lembaga yang memiliki kewenangan, mengapa hal itu bisa terjadi, sehingga bisa menjadi evaluasi untuk mitigasi ke depannya. Menurut catatan penyebab kematian, terdapat 13 petugas KPPU yang meninggal dengan penyakit jantung, lima orang dengan gangguan pernapasan, lima orang dengan hipertensi, dan empat orang dengan gangguan serebrovaskular seperti strok.
Dari sisi medis, harusnya ada langkah mitigasi pada saat rekrutmen petugas KPPS. Jika sebelumnya dilakukan screening kesehatan, calon petugas yang ketahuan memiliki riwayat medis seperti itu bisa tidak diloloskan mengingat beban kerja yang berat. Terlebih lagi ada 4.567 petugas yang jatuh sakit seusai pilpres lalu, menunjukkan stres fisik berpengaruh pada kesehatan fisik hingga bisa berakibat fatal.
Contoh lainnya, seperti diberitakan media, banyak caleg yang stres karena tidak mendapatkan suara yang mencukupi atau gagal terpilih. Karena stres, perilaku mereka tidak terkendali. Ada yang mengamuk dan merusak jalan kampung hasil sumbangannya, ada yang kena halusinasi tiap hari keluar rumah berdandan rapi seolah mau berangkat ngantor ke DPRD, dan ada yang mengalami beragam bentuk stres lainnya.
Nah, dalam situasi yang seperti demikian itulah kita memasuki Ramadan untuk menjalankan puasa, Tarawih, dan ibadah lainnya selama sebulan penuh. Kita hendak beribadah, tetapi dalam situasi politik nasional yang belum sejuk sehingga harus lebih menahan diri. Salah satu manfaat berpuasa ialah menahan diri dan bersabar. Bagaimana caranya agar puasa, salat wajib, dan salat sunah Tarawih bisa menjaga kondisi badan dan mental agar iklim politik pilpres ini tidak memicu emosi kita?
Hormon pemicu emosi, lapar, dan kantuk
Secara medis, meletupnya emosi dipengaruhi naiknya hormon stres seperti hormon kortisol, adrenalin, dan noradrenalin. Pada paparan stres yang terus-menerus, akan terjadi aktivasi dari sumbu hipotalamuspituitari-adrenal (HPA) yang memicu produksi hormon kortisol. Hormon itu, bila terus-menerus diproduksi dalam jumlah tinggi, akan bersifat toksik yang berakibat pada perubahan status metabolik menuju diabetes, osteoporosis, dan gangguan saraf pusat.
Tidak hanya letupan emosi, tetapi juga yang lebih berbahaya, yaitu perubahan kondisi menjadi lebih buruk, sangat dipengaruhi stres yang berkepanjangan. Misalnya, jika setiap hari terus-menerus membuka medsos yang isinya penuh saling mengecam antarpendukung pilpres, apalagi malah ikut terlibat dalam perang posting, sangat potensial menyebabkan stres yang berkepanjangan.
Kondisi stres itu memengaruhi kesehatan mental, sementara kesehatan fisik sangat dipengaruhi pola makan. Selama Ramadan, pola makan harian mengalami perubahan. Misalnya sarapan yang biasanya dilakukan antara pukul 06.00 dan 08.00 sekarang berupa sahur sebelum subuh. Setelahnya tidak masuk makanan selama sekitar 13-14 jam, kemudian digerujug asupan kalori mulai saat berbuka hingga malam hari.
Peningkatan asupan kalori pada malam hari ini dapat mengganggu ritme sirkadian yang berperan dalam proses metabolisme selama puasa.
Pada dasarnya, nafsu makan diatur hormon leptin yang sering disebut sebagai ‘hormon kenyang’ dan grelin atau ‘hormon lapar’. Sementara itu, aktivitas tidur diatur dua hormon, yaitu kortisol yang dihasilkan kelenjar adrenal dan melatonin oleh kelenjar pineal di otak. Hormon leptin dan grelin itu memainkan peran penting dalam mengatur nafsu makan dan berat badan.
Konsentrasi leptin dalam tubuh bervariasi, sebagai respons terhadap perubahan asupan kalori makanan, dengan terjadi penurunan kadar yang luar biasa selama puasa. Normalnya pelepasan leptin mengalami puncak pada pukul 10 malam hingga sekitar pukul 3 pagi dan mengalami penurunan setelah sarapan pagi dengan level terendahnya berkisar antara pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore. Fungsi metabolisme utama leptin ialah menghambat asupan makanan dan merangsang pengeluaran energi melalui proses yang yang terjadi di otak, khususnya di hipotalamus.
Selama satu bulan berpuasa Ramadan, terjadi peningkatan kadar leptin diurnal atau kadar pada malam hari. Perubahan jangka panjang pada kadar leptin plasma selama puasa intermiten belum diteliti secara luas. Penelitian pada beberapa pria menunjukkan perubahan kadar leptin akibat puasa tidak signifikan pada hari ke-23 puasa Ramadan.
Sebaliknya, penelitian lain menunjukkan puasa jangka pendek menghasilkan penurunan kadar leptin sebesar 30%-66%. Hal itu menunjukkan puasa tidak akan mengganggu sistem hormonal di tubuh kita secara berkepanjangan, khususnya terhadap kadar leptin.
Di sisi lain, grelin ialah hormon yang diproduksi organ lambung. Hormon itu akan meningkat saat sebelum makan, atau saat kekurangan makanan, dan saat terjadi penurunan berat badan tertentu. Kenaikan hormon itu akan merangsang keinginan untuk makan. Dengan demikian, pada kondisi awal puasa dapat terjadi peningkatan kadar grelin. Namun, pada pemeriksaan yang dilakukan pascadiet puasa intermiten Ramadan selama kurang lebih satu bulan, sirkulasi grelin berkurang drastis.
Penurunan hormon itu mungkin disebabkan perubahan kebiasaan makan selama diet yang lebih kaya lemak dan karbohidrat. Jenis asupan makanan juga dapat mengubah kadar grelin, yang berkurang setelah peningkatan asupan karbohidrat dan lipid dan juga dengan diet kaya protein atau asam amino.
Walaupun belum terdapat korelasi yang jelas antara peran hormon itu dan kesehatan mental selama puasa intermiten, peningkatan hormon grelin berkaitan dengan kondisi stres kronis. Tak mengherankan ketika stres, beberapa orang memiliki kecenderungan nafsu makannya meningkat, pengin makan atau ngemil terus.
Terkait dengan pola tidur, melatonin ialah hormon di dalam otak yang paling bertanggung jawab terhadap jam siklus sirkadian di tubuh manusia. Hormon itu mulai meningkat sekitar pukul 9 malam dan mencapai puncaknya pada sekitar pukul 2 hingga pukul 4 pagi, dan berhenti diproduksi pukul 8 pagi. Itulah yang menjelaskan mengapa pada malam hari kita mulai mengantuk, hingga kemudian tidur nyenyak, dan bangun pada pagi harinya.
Melatonin itu dapat mengatur sistem bangun dan tidur kita sehari-hari, serta mengatur kerja organ penting di tubuh kita, seperti tekanan darah dan suhu tubuh. Sekresi melatonin oleh kelenjar pineal di otak sangat dipengaruhi intensitas cahaya sehingga saat tidur baiknya dilakukan dengan ruangan redup atau gelap. Ruangan yang gelap lebih memudahkan kita tidur jika dibandingkan dengan jika ruangannya terang.
Beberapa studi menemukan puasa dapat menurunkan kadar melatonin pada saat malam hari sehingga berkurang kadar kantuk kita. Hal itu diperkirakan disebabkan kurangnya pasokan protein pada saat berpuasa, dengan asam amino ialah bahan baku dari melatonin. Oleh karena itu, banyak sekali dampak pada sistem hormonal tubuh yang terjadi selama puasa.
Penjelasan di atas berlaku pada kondisi yang normal. Penyimpangan bisa terjadi pada situasi yang lain. Misal, pada orang yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan, bisa terjadi perubahan kadar atau komposisi pada hormon hormon yang telah disebutkan di atas.
Pada orang yang kelebihan berat badan, hormon penanda kenyang atau leptin akan mengalami peningkatan yang signifikan, tetapi peningkatan itu lebih disebabkan munculnya resistensi. Artinya, sinyal penanda kenyang itu tidak mampu untuk mengontrol nafsu makan. Sinyal penanda kenyang sudah muncul, tetapi tubuh tidak merespons, atau tidak peduli, dan tetap pengin makan terus.
Secara umum, berpuasa akan menurunkan kadar leptin. Namun, beberapa kumpulan studi menemukan efek positif berpuasa yang dapat menurunkan kadar leptin itu tidak terjadi secara optimal pada kasus orang yang kelebihan berat badan. Selain itu, hormon grelin dan melatonin mengalami penurunan yang lebih dalam pada orang yang kelebihan berat badan.
Orang yang kegemukan juga akan mengalami efek hormonal yang dapat menyebabkan perubahan suasana hati (mood) dan fisiologis tubuh yang lebih ekstrem pada saat berpuasa. Oleh karena itu, perlu upaya memodifikasi pola hidup untuk menjaga agar berat badan bisa ideal.
Itulah gambaran betapa kompleksnya peran berbagai hormon selama puasa. Pada kondisi tubuh yang kurang fit, terganggunya fungsi beberapa hormon, ditambah situasi sosial dan politik yang kurang harmonis, berpotensi menyebabkan seseorang menjadi stres. Oleh karena itu, sebaiknya kita menjalani Ramadan ini dengan lebih menjaga hati, pikiran, ucapan, dan tulisan agar dapat mudah beradaptasi hingga dapat mengatasi perubahan fisiologis di tubuh kita. Jika terkena stres yang bertumpuk dengan beragam sebab, apakah karena masalah pribadi atau karena terpengaruh oleh berita kondisi iklim politik saat ini, sebaiknya dihadapi dengan lebih santai dan kepala dingin agar tidak memengaruhi kondisi fisik dan rohani kita.
Dengan demikian, semoga kita bisa menjalani ibadah pada Ramadan ini dengan badan yang tetap sehat, dijauhkan dari emosi, dan senantiasa ada pada posisi hati serta rohani yang lebih tertata.
Djoko Santoso
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Ketua Badan Kesehatan MUI Provinsi Jatim
Source: https://mediaindonesia.com/kolom-pakar/659446/puasa-ramadan-dalam-suasana-pascapilpres
Keywords: